NAMORA PANDE BOSI, Asal Usul Marga Lubis (Bagian 1)

Oleh Mickey Lubis
Tanduk tersebut berasal dari tanduk kerbau (horbo muring) yang dipotong pada waktu upacara adat perkawinan (horja siriaon)  Namora Pande Bosi dengan Dayang Surto Alus Bonang Nabontar, putri dari Datuk Bondaro yang bermukim di Huta Nopan Padang Bolak dengan memotong kerbau yang besar tiada taranya (horbo muring). Dimana tanduk kerbau tersebut diukir sendiri oleh Namora Pande Bosi dan keris ditempanya sendiri. Ketika Namora Pande Bosi hendak kembali Hatongga berpesan kepada istrinya, apabila anak-anaknya tersebut kemudian hari ingin menemuinya, maka tanduk yang diukir serta segengam tanah tempat penanaman tali pusar mereka ditunjukkan sebagai tanda bukti atau pengenal.

Namora Pande Bosi seorang terkenal dengan keahlian pandai besi yang terkemuka dan mempunyai dua orang anak lelaki kembar yang bernama  Baitang dan Langkitang. Setelah anaknya Baitang dan Langkitang sudah dewasa,  mandiri dan mapan. Namora Pande Bosi sesuai adat kebiasaan leluhur dahulu kala, menyuruh Baitang dan Langkitang (keluarga beserta rombongannya) untuk membuka huta baru  ke suatu  tempat, di mana terdapat pertemuan (partomuan) dua sungai yang mengalir dari dua arah yang tepat bertentangan (dalam bahasa Mandailing dinamakan Muara Patontang) di situlah mereka membuka tempat pemukiman baru yang baik.

Setelah lama mengembara akhirnya  Baitang dan Langkitang (keluarga beserta rombongannya) menemukan Muara Patontang Dan Muara Partomuan, lantas mereka membuka pemukiman baru di tempat itu di dua sungai yang bertentangan muaranya,  pada Aek Batang Gadis yaitu: Aek Singengu dan Aek Singangir yang mereka namai Huta Nopan untuk mengenang tempat asal ibunda mereka (Baitang dan Langkitang).

Baitang melanjutkan perjalanannya sampai ke Hulu sesuai dengan amanat Namora Pande Bosi Partemuan dua sungai yaitu: antara Aek Batang Gadis dengan Aek Batang Pungkut kemudian mendirikan pemukiman baru dinamai Muara Partomuan (Lubis Partomuan), dimana Baitang mendirikan pemukiman pertama yang sekarang bernama Muara Pungkut. Baitang memiliki ketangguhan atau ketangkasan yang luar biasa, karena itu digelari orang “ Lubis Singasoro atau Singa Menerkam”, (karena ada peristiwa dimana sekelompok orang-orang yang sedang mendulang emas mengeroyok Baitang untuk mencelakainya, namun Baitang dapat menaklukan semuanya dan menjadikan hambanya).

Keturunan  Lubis Singasoro mendiami kawasan mulai dari: Muara Partomuan sampai kerajaan Lubis Manambin, Ulu Pungkut sampai Huta Nagodang, Lumban Balian, atau Tamiang, Tor Panjomburan dan Tadangka Dolok, Tobang sampai Silugun, Pakantan Dolok dan Pakantan Lombang.
Perkampungan Lubis di Mandailing mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu selalu dibangun di dekat dengan gunung seperti:
1) Kerajaan Adat Tradisional Tamiang berada di kaki Gunung Tor Sijanggut dan dilembah sungai (aek) Batang Gadis.
2) Kerajaan Adat Tradisional Pakantan Dolok dan Pakantan Lombang dengan kampung-kampung menjadi wilayah terletak di kaki Gunung Kulabu dan dekat dengan aliran sungai Batang Gadis.

Tidak lama setelah ditinggalkan anaknya  Baitang dan Langkitang, Namora Pande Bosi meninggal dunia dan dimakamkan di Hatongga. Semua keturunan    Baitang dan Langkitang yang menyebar di seluruh tanah Mandailing Julu terutama dan di tempat-tempat lain dikenali sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.



Menurut pendapat penyusun tentang pesan  Namora Pande Bosi kepada anaknya Baitang dan Langkitang untuk membuka kerajaan dan pemukiman baru diantara dua sungai yang mengalir dari dua arah yang tepat bertentangan (tempuran), ternyata yang memakai prinsip/konsep kebudayaan peradaban yang berasal dari agama Budha yang ada di Padang Lawas, yaitu dimana Biaro/Candi Sipamutung di Padang Lawas Kabupaten Tapanuli Selatan didirikan di antara pertemuan Sungai Barumun dengan Sungai Batang Pane. Jadi sejarah Lubis keturunan dari Namora Pande Bosi juga memakai peradaban agama Hindu dalam menamakan gelar raja seperti Alogo dengan gelar Radja Partomoean dan nama raja seperti Partomuan Lubis gelar Patuan Dolok.

Menurut kitab-kitab kuno agama Budha dan Hindu pertemuan antara dua sungai lambang kesuburan Pertanian. Air juga menyimbolkan kesuburan, atau simbol kehidupan itu sendiri. Air itu mengalir terus seperti kehidupan yang terus berlanjut, dan kehidupan pun berjalan terus seperti aliran air. Tiada kehidupan di Bumi tanpa topangan air, karena itu air menjadi hal yang sangat penting dijaga kelangsungan, kelestarian, kesuburan dan kemurniannya.

Catatan tentang penggunaan sumber air kawasan Mandailing saat ini, antara lain :
Ada beberapa istilah yang diberikan pada sumber air di kawasan Mandailing, dimana sungai disebut batang; anak sungai disebut aek, atau ranting sungai disebut  rura dan mata air yang disebut mual. Nama-nama sungai atau muaranya bahkan banyak dijadikan sebagai acuan nama pemukiman orang-orang Mandailing. Pada masyarakat Mandailing, eksistensi air sungai maupun anak sungai yang ada di sekitar pemukiman mereka berperan multifungsi, sebagai air minum dan mandi cuci kakus, mengairi lahan pertanian, mendukung fungsi sosial budaya (misalnya dalam upacara adat patuaekkon boru), religius (mendukung pelaksanaan ibadah), dan juga ekonomi (mencari emas/manggore, ikan, bahan bangunan berupa pasir, kerikil dan juga batu). Dengan kata lain, bagi orang Mandailing air merupakan "mata air kehidupan" yang sekaligus bertali-temali dengan institusi sosial, budaya, ekonomi dan ekologis.
Kehidupan pada zaman itu, masyarakat beragama Budha dan animisme (megalitik) hidup berdampingan dimana terjadi pertukaran budaya, adat istiadat, nilai-nilai leluhur dan pandangan hidup sebelum agama Islam masuk ke Tanah Mandailing dan Tapanuli Selatan.

Di Mandailing semua Raja Panusunan berasal dari satu keturunan, yaitu:
1) Keturunan yang bermarga Lubis di Mandailing Julu satu keturunan Namora Pande Bosi.
2) Keturunan yang bermarga Nasution di Mandailing Godang satu keturunan Sutan Diaru.
Raja-Raja Panusunan bertemu dalam peradatan sebagai Raja-Raja ”Mardomu Daro”.
Mandailing Julu mempunyai enam (6) Raja Panusunan, yang terdiri dari :
I. Lubis Si Baitang, menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan di kawasan:
    1) Tamiang.
    2) Manambin.   
    3) Pakantan.
II. Lubis Si Langkitang, menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan di kawasan:
    4) Singengu.
    5) Sayur Maincat.
    6) Tambangan.
Kawasan Mandailing Julu (Hulu) berarti Kawasan Mandailing yang berada di bahagian hulu sungai Batang Gadis yang melintasi wilayah Mandailing hulu sampai ke hilir.

Sumber Referensi:
H. Mohamad Said, Soetan Koemala Boelan (Flora), Raja, Pemimpin Rakyat, Wartawan, Penentang.
 
NAMORA PANDE BOSI, Asal Usul Marga Lubis (Bagian 2)

About Unknown

Nasehat dalam kebaikan dan kesabaran
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Post a Comment